Pangkalpinang — Dalam perhelatan World Economic Forum (WEF) 2023 di Davos Swiss beberapa pekan yang lalu, wacana Net zero emission mencuat di berbagai sidang yang dilakukan secara parsial. Sementara Net Zero Emission sendiri merupakan kondisi ketika semua gas rumah kaca yang bersumber dari aktivitas manusia dihilangkan dengan menyerapnya kembali hingga mencapai level yang seimbang, Kamis 02 Februari 2023.
Penyerapan emisi karbon yang dimaksud, sepenuhnya dilakukan melalui ekosistem bumi, seperti hutan dan laut. Dengan demikian, kawasan hutan yang lestari jadi bahasan penting untuk dilakukan penataan secara spesifik.
Walaupun sama-sama diketahui, fakta yang terjadi tidaklah seindah yang dibayangkan. Saat ini banyak kawasan hutan, baik hutan lindung, hutan produksi, ataupun kawasan yang dilarang untuk dirambah justru perlahan berubah fungsi dari data peta yang terserak di meja para decision maker.
“Kalau dari kami sepanjang diajukan melalui surat resmi, pasti kami akan fasilitasi permintaan data kawasan hutan. Baik format kmz atau format lainnya,” ucap Kasubag Tata Usaha Kantor BPKH WIL XIII Pangkalpinang, Holmet di kantornya.
Holmet bilang, dengan beragamnya regulasi yang dikeluarkan pemerintah kadang menimbulkan persepsi yang keliru soal peraturan tadi. “Kalau untuk PP 24/2021 kewenangannya ada di DLHK Provinsi, sementara kalau bicara Permen No 7/2021 itu memang ada di kami,” kata Holmet saat membaca surat permohonan DPD PWRI BABEL yang ditandatangani Ketua DPD PWRI, Mayrest Kurniawan.

Sebagai informasi, pada pemberitaan sebelumnya media warta-one.com mengungkap fakta indikasi jual beli lahan dalam kawasan hutan, yang disinyalir diluar prosedur. Selain jual beli lahan, praktek alih fungsi hutan jadi kebun sawit juga terjadi. Hal tersebut dibuktikan oleh investigasi tim DPD PWRI Babel.
Sampai saat ini, berbagai pihak yang jadi narasumber seperti Kades Kotawaringin, Shurbiyan, Ketua KTH Cahaya Mandiri, Upek masih dalam tahap dipanggil untuk diminta keterangannya oleh penyidik DLHK Pemprov Babel. (LH)