Dapat digolongkan sebagai pelaku pasif. dimuat dalam UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 5 ayat 1, dengan bunyi pasal sebagai berikut:
“Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku pasif jika memenuhi unsur mengetahui dan mungkin menduga bahwa dana tersebut berasal dari hasil kejahatan atau mengetahui tentang atau bermaksud untuk melakukan transaksi.
Proses yang bersifat loop ini, seringkali digunakan untuk membantu proses TPPU berjalan dengan baik serta mengecoh penyelidikannya. Maka, penolakan atas sangkaan pelaku pasif oleh para istri merupakan bentuk penolakan atas tanggung jawab legalitas hukum yang berlaku.
Dalam teori netralisasi, tindakan penyamaran uang hasil korupsi yang sebenarnya juga dilakukan oleh pelaku pasif merupakan bentuk dari salah satu teknik netralisasi yaitu penolakan tanggung jawab.
Pelaku pasif seringkali mengklaim bahwa tindakan mereka yang melanggar hukum murni bukanlah kesalahan mereka.
Deny of Responsibility menjelaskan bagaimana pelaku menyangkal tanggung jawab dengan mengklaim bahwa perilaku mereka tidak disengaja atau karena hal tersebut terjadi di luar kendali mereka. Pelaku justru melihat diri mereka sebagai korban keadaan atau sebagai hasil dari kondisi di lingkungan mereka.
Dalih bahwa pelaku tidak terlibat langsung dalam tindak pidana asal, atau tidak mengetahui bahwa harta tersebut hasil dari tindak pidana seringkali menjadi justifikasi pelaku pasif untuk membenarkan tindakannya dalam menerima atau menikmati hasil tindak pidana dan menghindari sanksi hukum bagi dirinya sendiri.
Maka sejatinya pelaku pasif dalam tindak pidana pencucian uang tetap perlu ditindak tegas secara hukum. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, akan menjadi celah bagi pelaku utama untuk mengalirkan dana hasil tindak pidana secara terus-menerus kepada pelaku pasif, maupun menjadi pemicu bagi banyak pihak untuk juga menikmati hasil dari tindak kejahatan.
Dalam kasus ini istri sebagai orang terdekat dinilai seharusnya mengetahui apabila suami memberikan sesuatu yang di luar kebiasaan, terutama dalam jumlah yang tidak sesuai pendapatan suami, istri “patut menduga” bahwa harta kekayaan tersebut hasil dari tindak pidana.
Maka yang perlu dibuktikan dari pelaku pasif terkait tidak patut menduga dan mengetahui serupa dalam pembuktian Pasal 480 KUHP yang menjelaskan adanya unsur proparte dolus dan proparte culpoos (setengah sengaja setengah lalai).