WARTA-ONE.COM,JAKARTA – Kasus korupsi dalam tata niaga komoditi timah di PT Timah telah menggemparkan Indonesia dengan skala kejadian yang mencapai ratusan triliun rupiah. Namun, sorotan terbaru jatuh pada dugaan keterlibatan seorang pengusaha muda asal Kota Pangkalpinang yang disinyalir sebagai Beneficial Ownership perusahaan CV Rajawali Total Persada (RTP), belum disentuh oleh pihak Kejaksaan Agung RI, Kamis (13/3/2024).
Kasus ini telah mengungkap pola kerjasama yang merugikan negara antara PT Timah dengan beberapa pihak perusahaan smelter timah yang melibatkan beberapa perusahaan boneka milik sang cukong timah.
Beberapa di antaranya, seperti Tamron alias Aon, Suwito Gunawan alias Awi, dan Suparta, pernah ditahan oleh Kejaksaan Agung RI karena terlibat dalam skandal korupsi ini.
Meskipun beberapa perusahaan boneka yang berafiliasi dengan smelter PT Refined Bangka Tin (RBT) terlibat dalam kasus ini, dugaan keterlibatan seorang pengusaha muda asal Kota Pangkalpinang, yang kita kenal sebagai DD, masih menjadi tanda tanya besar.
Lantaran DD diduga memiliki koneksi yang kuat dengan pejabat di Kejaksaan Agung RI, sehingga membuat pihak berwenang enggan menyelidiki keterlibatannya dalam kasus ini.
Selain itu, keberadaan DD sebagai warga negara Australia dan organisasi dengan pejabat di Kejaksaan Agung RI membuat proses hukum semakin rumit.
Masyarakat menunggu dengan harapan agar Kejaksaan Agung RI tidak tebang pilih dapat mendengarkan dugaan keterlibatan DD dan mengusut kasus ini dengan transparan dan adil.
Sementara itu, Kejaksaan Agung RI telah memeriksa Denny Wijaya selaku direktur CV RTP. Namun keberadaan DD yang diduga memiliki peran penting dalam skema korupsi ini masih belum mendapat perhatian serius dari pihak yang berwenang.
Keterlibatan DD sebagai Beneficial Ownership dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang keseriusan integritas penegakan hukum di Indonesia. Publik menuntut transparansi dan keadilan dalam penegakan hukum terhadap kasus korupsi ini, serta harapan agar pihak Kejaksaan Agung RI dapat menunjukkan independensinya dalam menangani kasus-kasus korupsi tanpa memandang bulu terhadap siapapun pelaku yang terlibat.
Dalam konfrensi pers, Kuntadi mengatakan peran tersangka SP dan RA bersama-sama dengan tersangka MRPT dan EE menunjuk 7 perusahaan boneka untuk melakukan kegiatan ilegal tersebut.
Untuk memasok kebutuhan biji timah, selanjutnya ditunjuk dan dibentuk 7 perusahaan boneka, yaitu CV BJA, CV RTP, CV BLA,CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS. Di mana untuk mengelabui kegiatannya, dibuat seolah-olah ada surat perintah kerja (SPK) kegiatan pemborongan pengangkutan sisa hasil pengolahan (SHP) mineral timah,” ujar Kuntadi.
Kasus ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk lebih ketat dalam mengawasi praktik korupsi di sektor komoditas, terutama dalam industri yang memiliki dampak ekonomi besar bagi negara seperti industri timah.
Hanya dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, kita dapat mewujudkan negara yang bersih dari korupsi dan memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sayangnya saat berita ini dipublikasikan DD dihubungi melalui nomor selularnya di 08811 7170 **** dan 0812 7171 *** tidak memberikan tanggapan terkait dirinya yang dikaitkan dengan kasus korupsi komoditas timah yang saat ini masih terus disidik oleh Kejagung RI.(PJL/KBO Babel)