Sudut Pandang

Fenomena Tokoh Populis Jadi Leader di Sebuah Negara serta Skema War On Terror US    

Malcolm X said “The media’s the most powerful entity on earth. They have the power to make the innocent guilty and to make the guilty innocent.” Media has been a tool that has proven to influence the minds, ideas, behaviors and attitudes of the masses

Jakarta —- Fenomena terpilihnya Volodymyr Oleksandrovych Zelenskyy di Ukraine serta Donald Trump di USA tak pelak lagi merupakan contoh nyata betapa mazhab populer dulu terpilih kemudian begitu kental terasa mewarnai pertarungan antara penganut dua teori modern soal leadership. Satunya mengedepankan logika berbalut otoriter ala Orwellian state, di sisi lain keukeuh mempertahankan prasyarat popularitas sebagai acuan untuk kemudian nantinya akan di-glorifikasi sebagai pejabat publik yang dipatuhi oleh sebagian rakyatnya. Tentu saja ‘sebagian’ rakyatnya ini dalam kondisi trance tak berkesudahan akibat terror mental psikologis oleh mesin cuci otak abad modern : media.

Asumsi ini bukan tudingan sumir berbalut dendam. Namun lebih pada penelusuran fakta oleh penulis, yang dikumpulkan dari sebelum keduanya menjadi fenomena dan memberangus semua teori kontestasi. Sampai kemudian, fakta mengatakan mereka akhirnya terpilih dan berkuasa bagaikan raja. 

Sebelum masuk ke pokok bahasan, ada baiknya kita melihat sitkon terakhir dari kedua negara yang jadi pembuktian teori who is control the media, control people mind. Jelas terlihat namun tak mampu dicegah, hati kecil melarang tuk memilih mereka, tapi alam bawah sadar sudah terpedaya. Alhasil, diusunglah calon tadi yang sebenarnya memakai atribut badut, sebagai orang nomor satu di negaranya masing-masing. 

Prolog

Volodymyr Zelenskyy adalah anti thesis saat Pilpres 2019 di Ukraina. Gamblangnya, Ia bukan berasal bukan dari kelompok petarung politik. Cuma seorang penghibur atau komedian seni peran. Walau di resume-nya ditambahkan embel-embel penulis skenario, sutradara. Namun tak urung kemampuan intelektualnya disangsikan oleh kalangan “barat” atau eropa. 

Zelenskyy melesat bak meteor setelah membintangi sebuah serial berseri Saya Sang Presiden yang populer di negeri pecahan Uni Soviet tersebut. Selanjutnya dengan modal popularitas, sokongan kartel-kartel pangan dan industri di belakangnya, Ia maju dalam laga kontestasi yang digelar pada 31 Maret 2019 yang lalu. 

Rakyat Ukraina tentu masih hafal bagaimana tingkah Presiden mereka sekarang ketika tampil sebagai pengocok perut diatas panggung. Ada sebuah adegan dimana (maaf) seolah-olah Zelenskiy memencet tuts piano dengan kelaminnya, sementara kamera tivi menyorot hanya dari depan piano. Tak ayal lagi, kemampuan melawak seperti srimulat tersebut bahkan mampu membuat wajah angker Putin tertawa terbahak-bahak. 

Perlu diingat, naiknya Zelenskiy sebagai King Of Ukraine tak lepas dari “restu” Putin sebagai The New Tsar Russia era modern. Ukraine sendiri merupakan negara dengan sejuta polemik bagi bangsa benua biru. Dan hanya sosok Putin yang mampu membentengi ragam protes dari bangsa terdidik disana. 

Problem bangkitnya Neo Nazi (Batalyon Azov), sarang LGBT Eropa, pusat Bio Lab for Biological Weapon dunia yang didanai oleh Hunter Bidden, merajalelanya korupsi di pemerintahan, sampai belakangan Sang Badut memerintah Ukraine dengan tangan besi, merupakan secuil dari gundukan masalah besar yang dikhawatirkan oleh negeri jiran mereka akan mengganggu kestabilan kawasan. 

Bukan hanya itu saja, NATO’STAN -demikian julukan berupa cemooh pers di Federasi Russia- juga bukan cuma sebatas pakta pertahanan belaka. Namun lebih kepada sekumpulan pengusaha atau oligarki antar benua yang memiliki kemampuan mempreteli kekuasaan negara manapun di benua biru, jika tidak patuh pada traktat yang digelar kaum menak mereka. 

Bukan rahasia umum lagi kiranya, jika di eropa keluarga Rothschild, Bilderberg, Rockefeller, Koch dan Walton mampu mengharu-biru tiap pemilihan kepala negara dari sebuah negeri berdaulat sekalipun. Faktanya, perputaran uang ada di genggaman para manusia ‘berdarah emas’ tersebut. Bukan hanya Bank saja, namun nadi ekonomi dari hulu hingga hilir merupakan siklus yang lazim diwariskan antar generasi. 

Jadi singkatnya, Presiden Putin sebenarnya mengeluarkan reaksi alamiah yang sangat terukur, ketika pihak negara-negara barat yang tergabung dalam pakta pertahanan atlantik utara mulai kasak-kusuk menyiapkan rezim proksi mereka melalui Presiden Badut Zelensky.

Belum lagi soal agresivitas pencaplokan wilayah tapal kuda Swedia-Finlandia- Norwegia secara terang benderang melalui skema jadi anggota NATO. Jelas hal tersebut seperti menggerogoti wilayah Federasi Rusia dengan pelan namun mematikan. 

Bukankah era ‘perang dingin’ telah usai? Jadi demi kepentingan dan atas nama apa pihak Barat begitu diskriminatif pada multipolar idea milik Vladimir Putin? Berdasarkan ketentuan yang mana negara USA dapat dengan leluasa mengebom Yugoslavia, Irak, Libya, Yaman dan negara manapun di belahan dunia jika tidak menuruti kemauan Amerika Serikat? 

Perlu diingat, Libya sebelum jatuhnya Muammar Qaddafy adalah salah satu negara dengan fasilitas yang nyaman, jauh dibanding negara barat paling maju sekalipun. Di masa keemasan Libya, tiap warga negara gratis untuk fasilitas pendidikan dan kesehatan. Bansos per bulan juga bikin ngiler siapa saja, ± 35 juta per bulan. Tiap pengantin baru yang menikah disubsidi oleh negara berupa rumah tinggal serta pekerjaan berdasarkan skill, tiap warga yang berusia dewasa mendapat persentase dari hasil penjualan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh negara. Bayangin deh tuh, mantap-mantap kan? 

Nah, dengan sembrono dan tudingan tanpa bukti si nenek lampir Hillary Clinton seenaknya saja sambil terkekeh bilang : We Came, We Saw and They’re dad. Atau lebih kurang : Kita datang, liatin, mereka mati. Kurang ajar kan? Apa alasan mereka sebegitu gampangnya menuduh setiap negara yang tak mau tunduk sebagai anti demokrasi, melanggar HAM, bla bla bla.

Dibalik itu semua, ada ketakutan luar biasa dari bangsa Amerika saat mendengar gagasan Muammar Qaddafy soal pembentukan mata uang tunggal Afrika berbasiskan emas dan perak. Persis seperti zaman Nabi Saw, dinar dan dirham. Kemudian membentuk pakta Uni Afrika sebagai jawaban atas kolonialisme Eropa pada Benua Afrika selama ratusan tahun. 

Singkat cerita, jika ada pemimpin populis yang dipuja-puji oleh dunia barat. Jangan geer dulu kawan, bisa jadi orang itulah sebenarnya bidak catur yang disiapkan untuk meluluhlantakkan sistem bernegara sebuah negeri berdaulat. Bukankah menjajah suatu negara itu amatlah sulit? Tapi kenapa pada akhirnya bisa terjadi juga? Karena banyaknya pengkhianat di dalam tubuh bangsa itu yang bekerja untuk kepentingan negara asing. 

9/11 Adalah Genderang Perang Barat Pada Dunia (Islam yang diincar pertama kali) 

Sementara Global War On Terror tadi, dimulai bulan September 2011. Tepat saat menara kembar WTC dihantam bom berkekuatan ratusan megaton.

Episode selanjutnya sangat mudah ditebak, USA mendapatkan legitimasi resmi dunia. Untuk membantai seluruh umat islam. Jika menghalangi nafsu tamak mereka soal Gold-Glory-Gospel.

Selain itu, kita akan masuk pelajaran geopolitik, dunia VUCA dan pola – pola operasi intelijen yang sekarang banyak dipelajari oleh para eksekutif di berbagai perusahaan besar untuk mengukur lingkungan strategis (PEST).

“Ghost War” adalah istilah yang artinya  ‘mereka yang menciptakan Hantu-hantu, dan mereka sendiri mengajak perang melawan Hantu tersebut disisi lain mereka juga memelihara Hantu supaya tidak punah”.

“Ghost war”  adalah bagian dari Yinon Plan untuk menguasai Timur Tengah dan wilayah global..

Dalam “Chess Game”, Muslim adalah PION

Kapan Muslim diaduk-aduk, kapan di invasi negaranya dan kapan dimanfaatkan seperti di Afghanistan, Bosnia dan di Suriah.

Polisi negara adalah Benteng, Militer adalah Kuda, MEDIA adalah Menteri, Pemerintah adalah Ratu – tapi Raja adalah Korporasi.

Bom 5 kali dalam 25 jam di Jawa Timur, teror penusukan di Paris, pembantaian warga Palestina di GAZA yang menewaskan 60 orang lebih oleh snipers Israel, perayaan pemindahan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem Timur,  pengiriman skuadron pembunuh Mossad Israel ke Ankara untuk membungkam Erdogan (Veteran Today) adalah berita seksi untuk penyembah negara dajjal US.

Di Suriah masuknya milisi Iran dan militer Rusia dengan serangan udara (AFP) melawan ISIS bentukan Mossad dan Hillary Clinton (AS), membuat mereka makin terdesak (Diplomat, Veteran Today). Memicu AS, Inggris dan Israel terang-terangan masuk Suriah, mempertahankan wilayah invasi. Perang intelijen, perang media, framing, propaganda hingga perang diplomat di PBB.

Dalam negeri, perang KAOS, rupiah rontok, BUMN terjerembab, dan persiapan Ramadan. Semua masuk “data base” lap top berupa notifikasi dan catatan-catatan informasi.  

Geopolitik dan operasi intelijen

Benar pandangan Prof. Din Syamsuddin tokoh Muhammadiyah sekaligus staf khusus Presiden di acara ILC, terorisme bukan hanya faktor ideologi (radikal) saja (I) tetapi juga bisa subur karena  Poleksosbud.

Jika Indonesia hanya fokus memerangi ideologi dan mengabaikan masalah politik, ekonomi, keadilan sosial dan budaya lokal atau politik global – maka – teror Bom akan berulang terus. Teror bom global berkaitan dengan operasi intelijen, kata Din. Bisa asing bisa lokal.

“Ghost War”,  mereka yang menciptakan mereka yang memerangi dan mereka yang memelihara untuk “kepentingan”. Para pelaku teror hanyalah pion, mereka diarahkan, dipelihara, dimainkan dan dikorbankan.

Australia sekitar Gedung Kapitol, Gedung Parlemen di Canberra, tahun 2002.

Ribuan warga Australia memprotes kebijakan PM John Howard untuk ikut koalisi AS invasi ke Irak, di depan Gedung Capitol di Canberra, setelah peristiwa ‘false flag” terbesar di Dunia 11 September 2001, tiket masuk ke Timur Tengah.

Selain anti perang, kebanyakan warga Australia menurut media The Age, juga tidak percaya Irak memiliki Senjata Pembunuh Massal. Makin hari makin besar para pendemo yang datang sambil membawa poster “ Howard the puppet” dan sebagainya.

PM Australia dan pemerintahan George Bush Jr agak risau melihat pendemo anti perang di Canbera yang makin lama makin banyak jumlahnya di liput media dunia (The New York Time).

Warga Australia anti perang dan menolak bergabung dengan koalisi AS invasi ke Irak.

Tiba-tiba, …..”duar” dan “BUM” bom meledak di pantai Kuta  Bali, Sari Club, 12 Oktober 2002.

Ledakkan bom menewaskan ratusan orang baik lokal maupun asing, diantaranya 88 warga Australia menjadi korban, terkapar. Wilayah seluas 500 meter persegi porak poranda.

Setelah itu, para pendemo warga Australia berhenti TOTAL.

Indonesia, Orang Kuwait tetapi passport Pakistan dilatih CIA untuk infiltrasi ke semua jaringan radikal, mujahidin, atau ormas Islam untuk kepentingan AS. Sempat nikah dengan wanita Indonesia.

Que de Bono ? Siapa yang diuntungkan, kata Pepe Escobar jurnalis Brasilia ?

Kemudian yang terjadi, demo warga Australia berhenti, pemerintahan John Howard dengan tenang ikut koalisi AS ke Irak,

Anggaran Intelijen Australia naik dramatis dan pembentukan tim kontra teror Australia – Indonesia dengan dana berlimpah dari AS dan Australia. “War on Terror” makin lalu di dunia dengan adanya Bom Bali 2002.

Itulah “ghost war”.

Keterlibatan Israel cukup jelas hasil laporan Ruyes dan Finnegan, dengan masuknya pesawat terdaftar “Dash 7 Aircraft” berbendera “Bintang Daud”.

ISIS yang membentuk adalah Hillary Clinton semasa era Barack Obama, fungsinya membuat destabilisasi wilayah tertentu, utamanya Timur Tengah. Membantu menggulingkan Rezim Negara tertentu yang berseberangan dengan kepentingan Barat (AS-Israel-NATO). Abu Bakar Al Baghdadi Pemimpin ISIS adalah asset Mossad dan CIA, untuk berbagai macam operasi intelijen dan bergerilya (Veteran today), ia dilatih selama 18 tahun di kamp CIA karena pernah ditahan AS.

Semasa Barat melawan Komunisme Soviet di Afghanistan, CIA merekrut pemuda Muslim di seluruh dunia untuk “jihad” di perang Afghanistan, termasuk mujahidin dari Indonesia, kata Din lebih lanjut di ILC. Itulah, yang kemudian ada yang ke Johor Malaysia, dan di sebut Al Qaeda cabang Indonesia oleh Barat.

Semasa perang dingin dan konflik  di Bosnia melawan Soviet dan Serbia (1992 – 1995), ribuan pemuda Muslim seluruh dunia di rekrut oleh CIA, MI-6, ISI (Pakistan), Turki, dan Negara Teluk seperti Arab Saudi, Qatar, Bahrain – membantu pasukan NATO bergerilya.

Terorisme subur karena geopolitik, operasi intelijen dan ketidakadilan di berbagai Negara yang kebetulan Negara-negara Muslim yang menjadi korban.

Bagaimana nasib jurnalis Robert S Finnegan ? Ia dan tim, atas desakkan Duta Besar AS Robert Boyce kala itu, dipecat dari The Jakarta Post dan dideportasi ke Amerika. 

Namun jasanya tetap dikenang media Australia karena mengungkapkan kebenaran sebagai prinsip jurnalisme,  adanya operasi intelijen di Bom Bali, Kuta – sebagian bukti dokumen difilmkan oleh Nephilim 70 dan Glen Clancy Australia. Bisa dilihat di Youtube dengan judul “ Fool Me Twice”. (***)

Dikutip dari berbagai sumber. 

Oleh : Lukman Hakim | wartawan | tinggal di Pangkalpinang 

Disclaimer : Kanal opini dalam rubrik editorial adalah sekedar pendapat dan kritik sebagai bentuk kebebasan berekspresi sesuai UUD 1945. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

Sign up for a newsletter today!

Want the best of NewsyFeed Posts in your inbox?

You can unsubscribe at any time

What's your reaction?

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts

No Content Available