Pangkalpinang —- Praktek jual beli kawasan hutan yang berada di pelosok desa biasanya bermula dari adanya simbiosis mutualisme antara beberapa oknum. Walau tak dapat digeneralisir bahwa tiap perangkat desa berperilaku seperti itu. Akan tetapi tak dapat dipungkiri saat kekuatan uang pengusaha bertemu dengan genggaman kekuasaan perangkat desa bisa jadi akan melahap seluruh potensi desa tadi, Sabtu 13 Mei 2023.
Dalam pengamatan redaksi media online warta-one.com sedikitnya sudah tiga kasus serupa yang ditemui dalam berita-berita investigasi yang berjalan dalam dua kalender pemberitaan. Pertama, kasus di desa Kotawaringin Puding Besar Bangka Induk dua bulan belakangan ini. Di Kotawaringin mafia lahan memakai skenario kelompok tani hutan (KTH) setempat Cahaya Mandiri. Belakangan diketahui bahwa ketua kelompok masih dalam lingkaran Kades, alias orang dekatnya. Asumsi liar pun sempat berkembang di benak wartawan yang baru saja mencerna kepingan informasi tersebut.
Setelah sepakat menurunkan tim investigasi media, akhirnya terkuak bahwa praktek jual beli lahan yang mustahil tidak direstui oleh Kades Shurbiyan -info orang dekatnya mengatakan- adalah salah satu bentuk ‘kadeudeuh’ pasca terpilih menjadi Kades. Alhasil kelompok tani orang dekat Kades otomatis mengantongi tiket VIP konsesi lahan di desa Kotawaringin. Dalam perkembangan terakhir, media menemukan banyak kejanggalan justru setelah dilakukan sidak dari tim gabungan, yang dipimpin oleh Kementerian LHK, GAKKUM Dinas LHK Pemprov Babel serta dua KPHP.
Kedua, di kurun waktu 2018-2019 yang lalu di desa Mendo kecamatan Mendo Barat Bangka Induk. Modus operandi oara spekulan tanah adalah dengan mengumpulkan KTP dan KK masing-masing pihak pemilik lahan yang berniat menjual lahan mereka pada investor bidang perkebunan sawit. Saat digelar di lapangan lah, mereka bersiasat dengan merayu warga lainnya yang tidak memiliki lahan tapi kebelet punya uang ratusan juta. Hasilnya dapat ditebak, kekacauan demi kekacauan langsung bercokol di desa Mendo.
Setelah bersitegang dengan gantian demo dari dua kubu perusahaan sawit, A dan B. Akhirnya, pihak Bupati Bangka melakukan moratorium SK Bupati sebelumnya. Demi mencegah eskalasi pertikaian membesar.
Ketiga, peristiwa ini merupakan awal perkenalan wartawan dengan sengketa lahan. Yakni kasus penerbitan sertifikat Hak Guna Pakai diatas lahan sertifikat Hak Milik mantan karyawan Bank BRI Pangkalpinang.
Ada tiga kubu berbeda pandangan di kelindan kasus ini, pertama adalah kubu pemegang surat sertifikat. Kedua adalah ahli waris dari pemilik lahan tadi (bentuknya sudah dikavling-kavling karena memang diperuntukan untuk perumahan. Ketiga adalah, oknum pengusaha showroom mobil, Jimmy Saputra.
Titik nadir kasus ini adalah, saat pihak ahli waris BRI bertengkar hebat kontra para Atok dan Nek mantan karyawan BRI yang sudah sepuh. Pertengkaran ini disudahi dengan mencabut kuasa hukum dari salah satu kantor pengacara di Pangkalpinang.
Desa Tanjungpura, Ketika Para Petani Lahan Inginkan Hidup Mewah Berdalih Pura-pura
Desa Tanjungpura kecamatan Sungaiselan Bangka Tengah, kali ini kebagian episode selanjutnya dari apa yang dinamakan pencaplokan kawasan hutan. Baik itu mengatasnamakan pribadi atau korporasi. Walau luasan yang dilahap oleh spekulan lahan ini masih berkisar 500 m². Tak urung gejolak permusuhan semlat berkobar di daerah yang menghasilkan lezatnya udang satang tersebut.
“Nama pembelinya Rudi pak, dia orang Pangkalpinang. Harganya 3 juta rupiah per hektar, seingat saya transaksinya deal di angka 1,5 miliar,” ungkap sumber redaksi walaupun dirinya menolak dimasukan namanya tapi bersedia untuk direkam oleh wartawan.
Sumber menambahkan, setelah proses jual beli yang diketahui hampir seluruh perangkat desa Tanjungpura, barulah rentetan kejadian dengan cepat terjadi. Seperti saling susul menyusul satu sama lain. Awal Maret isu jual beli mulai terdengar, bulan berikutnya yakni April terjadi perambahan kawasan dengan PC kecil untuk membuat parit, dan masyarakat melaporkan ke Kepala Desa dan ditindak lanjuti dengan melayangkan surat permohonan ke berbagai instansi terkait.
“Kejari Bangka Tengah, Gakkum Kemen LHK, KPHP sungai sembulan. Bahkan pihak Kejari dan KPHP pernah turun ke desa dan pada masa itu kegiatan perambahan masih berlangsung dan juga kelompok tersebut sudah dua kali datang ramai-ramai menemui saya untuk meminta dibuatkan legalitas kegiatan mereka,” ungkap sumber.
Tapi mereka tidak membawa dokumen apapun sebagai syarat administrasi legalitas kelompok, lanjut sumber. Akhir Juli Lemdes diwakili Kades, Ketua BPD, Kepala Dusun atau Kadus, pihak RT dan Dirut BUMDES bertemu pengusaha Rudi untuk mencari solusi masalah ini, di pertemuan tersebut beliau mengakui adanya jual beli lahan kawasan tadi. Dan kami inisiatif untuk melakukan musyawarah dengan seluruh masyarakat desa Tanjungpura.
“Tanggal lima Agustus 2022 musdes dilaksanakan dengan 4 kesepakatan, satu diantaranya adalah sebelum legalitas izin keluar, tidak ada aktivitas apapun di lahan tersebut. Tapi di bulan berikutnya terjadi lagi perambahan dengan menggunakan PC 130 merek LIUGONG merambah lahan tersebut. Selanjutnya, di bulan September Pemdes melaporkan kejadian dugaan perambahan kawasan hutan jni ke Polsek sungai selan dan ditindaklanjuti beberapa anggota mereka turun ke lapangan dan memang terbukti ditemukan PC tersebut dengan pekerja yang sudah kabur terlebuh dahulu,” terang sumber.
Sementara itu, hari Jum’at koordinator kelompok pak Amran dipanggi untuk datang kel Polsek dan diminta untuk tidak melakukan aktifitas apapun di area tersebut. Tapi itu dilanggar, oh iya sebelum itu Kamis sore kami pemdes bersama masyarakat menemui Bupati Bangka tengah untuk mencari solusi persoalan ini, dan hari Senin Minggu berikutnya pemdes beserta dg bupati melaporkan hal ini ke krimsus Polda Babel dan ditindaklanjuti sampai saat ini,” kata sumber.
Media juga mendapat info lapangan -yang akurasinya perlu didalami lagi- bahwa beberapa oknum warga mendadak “keren” secara penampilan materi. Tiga sampai empat ratus juta rupiah berhasil dijaring masing-masing oknum warga yang sedang mempraktekan sebagai spekulan tanah amatir.
Peristiwa saling lapor di desa Tanjungpura, disinyalir adalah ekses dari kalkulasi kurang matang, serta masuknya investor luar ke desa. Bukan menuduh, hanya saja media mulai mengendus banyak ketidakberesan mengenai data awal oknum pengusaha tadi.
Sampai berita ini tayang, media belum berhasil melakukan wawancara pada dua pihak yang paling tepat untuk mengklarifikasi soal potensi terbelahnya dua kubu di desa Tanjungpura. Yakni pengusaha yang jual beli lahan, serta pihak KPHP Sungai Sembulan. Namun akan terus diupayakan agar berita bisa berimbang. (lh)